Belum banyak bukti fisik mengenai
Sriwijaya yang dapat ditemukan. Kerajaan ini menjadi pusat perdagangan dan merupakan negara bahari, namun
kerajaan ini tidak memperluas kekuasaannya di luar wilayah kepulauan Asia Tenggara, dengan pengecualian berkontribusi untuk
populasi Madagaskar
sejauh 3.300 mil di barat. Beberapa ahli masih memperdebatkan kawasan yang
menjadi pusat pemerintahan Sriwijaya, selain itu kemungkinan kerajaan ini biasa
memindahkan pusat pemerintahannya, namun kawasan yang menjadi ibukota tetap
diperintah secara langsung oleh penguasa, sedangkan daerah pendukungnya
diperintah oleh datu setempat.
Kemaharajaan Sriwijaya telah ada
sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing, dari
prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini
di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang.
Di abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian kemaharajaan Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang berangka tahun 686 ditemukan di pulau
Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan
Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung.
Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa
telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini
bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara
di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di
Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Kemungkinan yang
dimaksud dengan Bhumi Jawa adalah Tarumanegara. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa,
dan Selat Karimata.
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan
Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya mengendalikan dua pusat perdagangan
utama di Asia Tenggara. Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi
Sriwijaya di Thailand dan Kamboja. Di
abad ke-7, pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan banyak
pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di
Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong,
di awal abad ke-8 berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan
dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman II,
pendiri kemaharajaan Khmer, memutuskan hubungan dengan Sriwijaya pada abad yang
sama. Di
akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara
dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan,
pada masa ini pula wangsa Sailendra
bermigrasi ke Jawa Tengah
dan berkuasa disana. Di abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi
bagian kerajaan. Di masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara
Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya.
Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada periode
792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak
melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk memperkuat penguasaan
Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur
di Jawa Tengah yang selesai pada tahun 825.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar